Senin, 15 Juni 2009

BELAJAR sampai ke Swiss

Anda tahu Negara Swiss ? Jika dibandingkan tetangganya seperti Perancis, Jerman atau Italia, nama Swiss mungkin tidak terlalu menonjol. Di buku-buku sejarah, jarang ada kisah kedigdayaan tentara Swiss. Negara itu memang dikenal sebagai Negara yang lebih suka mengambil posisi netral dalam bebagai pergolakan dunia. Keikutsertaan Swiss dalam peperangan, termasuk Perang Dunia justru sebagai penggagas organisasi Palang Merah, bukan penyerbu seperti Perancis, Jerman atau Amerika. Jika dibandingkan Indonesia, sumber daya alam Swiss juga tidak ada apa-apanya. Luasnya hanya sebesar wilayah Jawa Barat, penduduknya bahkan lebih sedikit dari Jakarta, sementara separuh lebih wilayahnya adalah pegunungan salju Alpen. Produk terkenal dari Swiss juga bukan emas dan minyak, tapi hanya benda-benda sekunder seperti jam tangan, coklat atau pisau lipat. Namun, dengan hal-hal kecil dan sejarah yang mungkin tidak terlalu ‘gagah’, Swiss menjelma menjadi salah satu Negara termakmur di dunia. Kesuksesan dan kemakmuran yang dialami Swiss sangat pantas menjadi bahan pelajaran bagi kita.

Sikap tidak suka konflik, tapi tekun dan mampu mengoptimalkan keterbatasan adalah beberapa hal positif yang bisa dipelajari dari Swiss. Apa gunanya salju ? Tapi masyarakat Swiss mengolah salju itu menjadi obyek wisata peraup devisa. Bagaimana bisa menang kalau tidak ikut perang ? Tapi sikap netral Swiss justru membuatnya antara lain dikenal sebagai Negara yang perbankannya paling terpercaya. Kondisi Negara yang aman juga membuat masih relatif banyak didapati bangunan tua yang terawat dan dimanfaatkan sebagai obyek wisata. Fakta-fakta ini membuat saya kagum dengan Negara Swiss. Keberhasilan Negara kecil itu sudah selayaknya membuat kita berkaca pada diri sendiri. Sukses dan kemakmuran tidak selalu dimiliki oleh mereka yang bermodal besar, multitalenta dan tidak harus diraih dengan prinsip menghalalkan segala cara. Sukses juga bisa diraih dengan ‘jalan damai’, bukan tergantung modal tapi kualitas yang dihasilkan dan ketekunan mengelolanya. Jadi, ketimbang mengeluhkan keterbatasan, mari belajar dari Swiss.* Arie (Spirit Motivator)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut